0078. Kisah Cinta Zahid dan Zulfah: Gagal Menikah Demi Taat Rasulullah

Pada zaman Rasulullah SAW, hiduplah seorang pemuda bernama Zahid.  Dia genap berumur 35 tahun namun belum juga menikah. Seri Bilingual Story dari Kisah Zahid dan Zulfa

Zahid tinggal di Suffah Masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya, tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid kaku dan menjawabnya agak gugup.

“Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah menyapa.

“Allah bersamaku, ya Rasulullah,” kata Zahid sambil ter tunduk tak kuasa melihat keagungan beliau.

“Maksudku kenapa engkau selama ini membujang.” kata Rasulullah, “Apakah engkau tidak ingin menikah?”

 Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan. Siapa yang mau akan diriku?”

“Asal engkau mau, itu urusan yang mudah.” kata Rasulullah sambil tersenyum.

Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk membuatkan surat yang berisi lamaran kepada seorang wanita bernama Zulfah binti Said, seorang gadis cantik jelita anak bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya.

Surat itu dibawa ke rumah Zahid dan diserahkan sendiri olehnya ke rumah Said. Disebabkan di rumah Said sedang ada tamu, setelah memberikan salam, Zahid kemudian memberikan surat tersebut dan diterima sendiri oleh Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasulullah untuk diberikan kepadamu.” kata Zahid.

Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena menurut tradisi perkawinan Arab selama ini, biasanya seorang bangsawan harus menikah dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus menikah dengan orang kaya.

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”

Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong?!”

Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini? Bukankah lebih baik di persilahkan masuk?”

“Wahai anakku,” kata Said, “ini adalah pemuda yang sedang melamarmu untuk menjadi istrinya.”

Di saat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda tampan dan kaya raya menginginkan aku, tetapi aku tidak mau.” Dan Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau. Bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahawa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama rasulullah?”

Akhirnya Said berkata, “Lamaran ini adalah perintah Rasulullah.”

Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya tadi. 

Dia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa tidak sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamarkan ini adalalah Rasulullah. Kalau begitu, segera aku harus dinikahkan dengan pemuda ini.”

Zulfah ingat firman Allah dalam al-Quran,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an-Nur [24]: 51)

Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang-layang ke angkasa. Baru kali ini dia merasakan bahagia yang tiada tara. Segera dia melangkah pulang. Sampai di masjid, ia bersujud syukur. Rasullah pun yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

Bagaimana Zahid?”

“Alhamdulillah, diterima, ya Rasulallah,” jawab Zahid.

“Apakah sudah ada persiapan?”

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Utsman, dan Abdurrahman bin Auf agar mereka membantunya mendapatkan uang untuk menikah . Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan.

Tak lama setibanya di pasar dan bersamaan itu pula ada pengumuman jihad untuk menegakkan agama Allah.

Zahid mulai bingung menentukan sikap: antara menikah atau berjuang demi agama Allah.

Akhirnya dia mencoba kembali lagi ke masjid. Sesampai di sana, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata. Zahid bertanya, “Ada apa ini?”

Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah kamu tidak mengetahui?”

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Jika begitu, uang untuk menikah ini akan aku beliakan baju besi dan kuda yg ter baik. Aku lebih memilih jihad bersama Rasulullah dan menunda pernikahan ini.”

Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”

Zahid menjawab dengan tegas, “Itu sudah ketetapan hatiku ingin bersama Rasulullah untuk ber jihad.”

Lalu di hadapan para sahabat nabi, Zahid membaca ayat,

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. at-Taubah [9]: 24)

Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran. Dengan hebat  dia berperang dan banyak musuh tewas di tangannya dan pada akhirnya dia menemui kesyahidannya . Dia gugur demi membela akidah Rasulullah.

Peperangan telah usai, kemenangan di rebut para tentara Rasul. Senja penuh dengan keberkahan ketika Rasullullah memeriksa satu persatu sahabat yang telah gugur sebagai syahid.

Tampak dari ke jauhan sosok pemuda yang bersimbah darah dengan luka bekas sasatan pedang. Rasulullah menghampiri jasad itu sambil meletakkan kepalanya di pangkuan beliau. Rasul memeluknya sambil menangis tersedu-sedu.

“Bukankah kamu, wahai Zahid, yang hendak menikah malam ini? Tapi engkau memilih keridhaan Allah, dengan berjhad bersamaku.” ucap Rasulullah.

Tak lama kemudian Rasulullah tersenyum dan memalingkan muka ke sebelah kiri karena malu, lantaran sesosok bidadari cantik dari surga menjemput ruh mulia pemudia itu, sambil tersingkap kakinya, sehingga tampak keindahan betis hingga membuat Rasulullah malu.

Rasulullah lalu berkata, “Hari ini Zahid berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”

Lalu Rasulullah SAW membaca ayat,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ، فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 169-170)

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. al-Baqarah [2]: 154)

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu. Jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”

Ibnu Zen@
Ibnu Zen@ / 21 Artikel

Pernah nyantri di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang di bawah asuhan KH. Maemun Zubair, Allahu Yarhamuh. Sekarang mengajar di di Pondok Pesantren An-Nasihun Kedungwuni Pekalongan.

Komentar